Karakter Tawassuth,
Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh dalam Aswaja
30/03/2009
Ada tiga ciri utama
ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
Pertama,
at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri
ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ
وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami
jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar
kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia
umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan
perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua at-tawazun
atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil
yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ
وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Sunguh kami telah
mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah
kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)
Ketiga, al-i'tidal
atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang
yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela
(kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan
janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil.
Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (QS al-Maidah: 8)
Selain ketiga
prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh
atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau
membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
Firman Allah SWT:
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah
kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan
kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha:
44)
Ayat ini berbicara
tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata
dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M)
ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS
dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas
kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati,
lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz
III hal 206).
Dalam tataran
praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini
dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah
Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.
a. Keseimbangan
dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah
dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang
menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.
2. Syari'ah
a. Berpegang teguh
pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat
digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima
perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang
multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah,
bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama
menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum
Islam.
b. Mencegah sikap
berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada
Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan
ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap
dermawan (antara kikir dan boros).
4. Pergaulan antar
golongan
a. Mengakui watak
manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya
masing-masing.
b. Mengembangkan
toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar
golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d. Bersikap tegas
kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5. Kehidupan
bernegara
a. NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan
kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan
patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan
pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan
dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.
6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus
ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan
hukum agama.
b. Kebudayaan yang
baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun
datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima
budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan
(al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
7. Dakwah
a. Berdakwah bukan
untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat
menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah
dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan
dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi
dan keadaan sasaran dakwah.
KH Muhyidin
Abdusshomad
Pengasuh Pesantren
Nurul Islam, Ketua PCNU Jember